Foto : dd – Made Suena Staf Legal PT SMI dan Ahcmad Zaini Petugas Ukur BPN Jembrana
JEMBRANA, ELANGBALI.COM – Konflik kepemilikan lahan di balik proyek tambak udang milik PT. Sungai Mas Indonesia (SMI) di Kabupaten Jembrana kini menyeruak dan beraroma pidana pertanahan.
Perusahaan yang dikendalikan oleh Julius, Direktur sekaligus anak dari Sylvia Ekawati, serta Goenawan Soegondo selaku Komisaris yang juga suami dari Sylvia, diduga melakukan penyerobotan lahan milik warga dan manipulasi proses pengukuran dengan melibatkan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jembrana.
Awal Masalah: Pengukuran Sepihak dan Dugaan Permainan Oknum BPN
PT. SMI diketahui berdiri di atas lahan bersertifikat Nomor 2541 atas nama Sylvia Ekawati, yang dibeli dari Puspita Sari, sebelumnya milik Herumanto Zaini. Namun dalam praktiknya, area tersebut melakukan tumpang tindih dengan lahan sah milik Ni Wayan Dontri (Sertifikat No. 7395) di Desa Penyaringan.
Parahnya, pengukuran ulang tanah itu dilakukan tanpa prosedur resmi oleh oknum petugas BPN Jembrana bernama Yoga dan Zaini, atas permintaan sepihak oleh I Made Suena, karyawan bagian legal PT. SMI.
Proses ini tidak melibatkan pemilik tanah penyanding, perangkat desa, maupun saksi batas, sehingga kuat dugaan terjadi rekayasa batas bidang tanah — sebuah pelanggaran berat terhadap Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 dan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria.
Lahan Warga Terserobot, Tambak Berdiri, Polisi Turun Tangan
Pada akhir tahun 2024, Ni Wayan Dontri melalui ahli warisnya I Wayan Warsa terkejut mendapati tanah bersertifikat No. 7395 miliknya telah berubah menjadi tambak udang milik PT. SMI.
Setelah berulang kali memohon kepada BPN Jembrana untuk pengukuran ulang namun kurang direspons dengan baik oleh BPN Jembrana, korban akhirnya menempuh jalur hukum.
Awal tahun 2025, I Wayan Warsa melapor ke Polres Jembrana dengan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 385 KUHP.
Pengukuran investigatif pun dilakukan pada 16 Mei 2025, dihadiri oleh Polres Jembrana, BPN Jembrana (Yoga dan Zaini), PT. SMI (I Made Suena), kuasa hukum Ni Wayan Dontri, dan warga setempat.
Hasil pengukuran mengindikasikan bahwa sebagian tambak PT. SMI berdiri di atas tanah milik Ni Wayan Dontri.
Serangan Balik PT. SMI: BPN Jembrana dilaporkan ke Polda Bali
Alih-alih bertanggung jawab, pihak PT. SMI melalui kuasa hukumnya Sumur Arta justru melaporkan BPN Jembrana ke Krimsus Polda Bali dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang dan dugaan tindak pidana korupsi.
Bersamaan dengan itu, PT. SMI juga mengajukan permohonan pembatalan sertifikat tanah milik Ni Wayan Dontri ke BPN Jembrana.
BPN Jembrana kembali melakukan pengukuran ulang pada tanggal 24 Juli 2025 yang dihadiri oleh kedua belah pihak, kuasa hukum masing-masing, serta Kasi Sengketa BPN Jembrana dan aparat lingkungan.
Namun, hasilnya justru menguntungkan PT. SMI.
BPN Jembrana kemudian mengeluarkan rekomendasi pembatalan sertifikat tanah milik Ni Wayan Dontri kepada Kanwil BPN Bali, yang kemudian menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan pada Agustus 2025.
Ironisnya, SK tersebut hanya diserahkan kepada pihak PT. SMI dan Polres Jembrana, sementara Ni Wayan Dontri dan kuasa hukumnya, Veronica Lusiana Giron hanya baru menerima salinannya sebulan kemudian.
Fakta ini menimbulkan dugaan kuat adanya rekayasa administratif dan pelanggaran prinsip keterbukaan informasi publik.
Langkah Hukum Korban: Keberatan Resmi dan Perlawanan Hukum
Setelah menerima SK putusan bermasalah tersebut, Veronica Lusiana Giron, selaku kuasa hukum Ni Wayan Dontri, segera melayangkan surat keberatan resmi kepada Kanwil BPN Bali dan BPN Jembrana pada awal Oktober 2025.
Surat keberatan tersebut menilai SK pembatalan sertifikat cacat hukum, sarat konflik kepentingan, dan melanggar asas keadilan.
Tindakan BPN Jembrana dalam kasus ini berpotensi melanggar sejumlah pasal pidana, di antaranya:
Pasal 385 KUHP – Penyerobotan tanah milik orang lain secara melawan hukum.
Pasal 421 KUHP – Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat untuk merugikan pihak lain.
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 – Dugaan tindak pidana korupsi terkait penyalahgunaan kewenangan.
Pasal 55 KUHP – Penyertaan dan keterlibatan bersama dalam tindak pidana.
Seruan Tegas:
Usut Tuntas Dugaan Mafia Tanah di Jembrana!
Kasus tambak PT. SMI bukan sekadar sengketa perdata ini sudah mengarah pada tindak pidana terorganisir yang melibatkan korporasi, oknum aparat, dan pejabat pertanahan.
Publik menuntut Kapolda Bali, Kejati, dan Kementerian ATR/BPN untuk membuka dan mengusut tuntas praktik kotor yang sangat merugikan warga.
Penegakan hukum tak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Jika kebenaran terus disembunyikan, maka hukum di negeri ini hanya akan menjadi alat bagi mereka yang berkuasa,bukan pelindung bagi rakyat yang dirampas haknya.
( tim )